Selasa, 04 Juni 2013

Orang Marind Terancam tanpa Tanah Akibat Kebijakan Pangan dan Energi Nasional

Laksmi A. Savitri, Zuhdi S. Sang, Muntaza dan Yosep Renyut

 

 

Program Food & Energy Estate didaratkan di Merauke (Merauke Integrated Food and Energy Estate, atau MIFEE) berlangsung dalam bentuk pengalokasian lebih dari sejuta hektar tanah Merauke untuk dikelola sejumlah pemilik kapital raksasa para perusahaan. Mereka akan menjadikannya sebagai  perkebunan skala luas, baik itu perkebunan padi, tebu, maupun perkebunan kayu untuk kebutuhan energi terbarukan.

Persoalan terbesar adalah: siapa pemilik tanah di Merauke? Kalau pertanyaan ini ditanyakan pada orang yang hidup di Merauke, jawabannya adalah orang Marind. Tetapi, jika kita telusuri dalam proses kebijakan, maka jawabannya adalah tanah itu dikuasai oleh Negara. Di tengah kontradiksi tentang siapa sesunguhnya Tuan Tanah di Merauke, muncul pertanyaan: dalam kondisi seperti apakah tanah-tanah ini bisa tersedia, atau mungkin tidak bisa tersedia, untuk kepentingan program Food & Energy Estate itu? Proses dan mekanisme seperti apa yang berlangsung dalam rangka menguasai tanah dan tenaga kerja untuk produksi pangan dan energi skala besar ini? Efek apa yang telah ditimbulkannya sejauh ini? Bagaimana mereka yang telah kehilangan tanah menghadapi kehidupan barunya? dan bagaimana proses mereka yang mempertahankan tanahnya? 

Mencoba mencari jawab atas pertanyaan-pertanyaan ini dan memahami segala proses perubahan yang sedang berlangsung di Merauke, inilah yang disajikan dalam tulisan terlampir. 

Bagian pertama menjelaskan siapa itu yang disebut sebagai Anim-Ha dan kehidupannya di masa lalu. Bagian kedua sampai keempat menjelaskan proses-proses perubahan yang sudah dan sedang terjadi, berikut akibat yang telah memporak-porandakan kehidupan Anim-Ha. Akan tetapi, kondisi buram itu diwarnai juga oleh usaha dan semangat meneguhkan hak atas kehidupan yang sedang mereka perjuangkan sebagaimana digambarkan oleh bagian kelima. Pesan yang disampaikan oleh Kepala Distrik Okaba menutup bagian kelima ini dengan suatu harapan agar orang Marind dan tanahnya tak pernah berpisah selamanya. 


Namik, nahisa, nahai anim, es anim, nahin, makan dimatab oleb.  

Mabateme, wanangga es hanidnanggo

(Saudara-saudara, mama-mama, kakak-kakak, adik-adik,bapak-bapak, jangan jual tanah untuk perusahaan. Kasihan, itu milikkalian dan anak cucu di masa mendatang).

(Jeremias Ndiken, Kepala Distrik Okaba, 21/3/2011.)

Tulisan hasil penelitian lengkap, silahkan unduh di sini