Darmantodan Ahmad Nashih Luthfi
Ringkasan Penelitian "Reklamasi
dan Penguasaan Tanah Pasca Pertambangan Timah di Bangka"
Meluas dan
intensifnya tambang timah—baik dengan ijin maupun tanpa ijin—di era
desentralisasi menciptakan kerusakan tanah di provinsi Bangka Belitung. Untuk mengatasi
kerusakannya, perusahaan tambang berijin memiliki kewajiban reklamasi. Terdapat
beragam skema dan model reklamasi yang dilakukan—dengan melibatkan banyak
aktor. Setiap skema dan model reklamasi memiliki legitimasi dan landasan aturan
tersendiri yang tumpang tindih dan bertentangan. Selain reklamasi konvensional,
wacana reklamasi berbasiskan masyarakat diajukan sebagai terobosan pengelolaan
tanah pasca tambang. Wacana reklamasi berbasiskan masyarakat digulirkan untuk
memberi peluang bagi masyarakat akses dan kontrol terhadap tanah pasca tambang.
Pelaksanaan reklamasi selama ini
serta diimplementasikannya wacana reklamasi berbasis masyarakat tidak mudah dilakukan, mengingat status dan pengelolaan tanah-tanah reklamasi pasca
tambang timah,
menunjukkan kondisi open access. Berbagai aktor mengambil manfaat
dalam bentuk klaim, pematokan, pendudukan, dan pemanfaatan di atas tanah pasca
tambang yang status pengelolaannya masih belum jelas. Era pasca deregulasi-desentralisasi
mengarahkan pada satu kesimpulan sementara bahwa
kondisi spasial-keagrariaan di Bangka mencerminkan apa yang disebut dengan Un-governable
Space. Kondisi semacam ini tentu tidak boleh dibiarkan
Kata kunci:
desentralisasi-deregulasi,
tambang timah, open access
Laporan penelitian diringkas dalam: pdf
Berikut foto-foto di lokasi pertambangan timah
inkonvensional (TI) di atas lahan yang sebelumnya telah diekstraksi oleh
perusahaan besar pertambangan. Danau-danau menganga, kerusakan ekologis dan
sosial terpampang nyata di sini. Pulau Bangka…..
| |
Foto 1. Foto oleh Ahmad Nashih Luthfi |
Mencuci bijih timah, memisahkan dari unsur bebatuan yang
lain. Dilakukan oleh buruh tambang di atas "sakan". Perhitungan bagi hasil (terima rupiah): buruh (1/3),
alat-mesin-solar (1/3), bos (1/3). Jam kerja dari 7 pagi - 1 siang. Pendapatan:
+/- 15 kg bijih timah/hari/font. Harga sekarang: 60 ribu/kg (harga yang
dinyatakan Bos TI kepada buruh tambangnya).
Selain orang lokal, di satuan kerja TI atau dikenal dengan sebutan 'front' TI, adalah mereka yang berasal dari luar daerah, umumnya dari Banten, Jawa Tengah, dan Jawa-Lampung/Jawa-Palembang.
|
Foto 2. Foto oleh Ahmad Nashih Luthfi |
|
Ibu dan anaknya yang sedang mengais bijih-bijih timah halus yang keluar dari
sakan. Sehari yang dihasilkan oleh ibu dan anaknya ini mencapai setengah kg yang dikerjakannya dari siang
sampai petang.
|
Foto 3. Foto oleh Ahmad Nashih Luthfi |
Untuk inilah anak-anak meninggalkan sekolahnya, tanah-tanah bahkan halaman rumah digali, lautan disedot, lumpur-lumpru dialirkan, danau-danau menganga diciptakan.
Timah, dengan harga berkisar 60-80 ribu dari TI. (pertengahan 2011)
|
Foto 4. Foto oleh Ahmad Nashih Luthfi |
|
Kolong-kolong. Kedalaman
1-2 meter masih tanah tailing bekas tambang PT Timah. Kedalaman selanjutnya
masih tanah asli. Baru ditemukan sedimen timah di meter ke 6-7. Jika terlalu bersemangat menggali dan menyemprot, tidak ayal
lapisan atas mengancam runtuh. Kematian pekerja tambang terkena reruntuhan tanah
bukanlah cerita baru.
|
Foto 5. Foto oleh Ahmad Nashih Luthfi |
Menyedot dan menyemprot, terus dan terus diekstraksi.
|
Foto 6. Foto oleh Ahmad Nashih Luthfi |
Direklamasi dan ditambang ulang. Panggung kontestasi
kekuasaan dan rupiah
Bagaimana Bangka-Belitung melalui ingatan Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusArtikel tentang timah diatas sangat berguna buat para pelajar dan umum, terlebih lagi yang membutuhkan informasi seputar ekstraksi pertambangan timah. Namun bila teman teman membutuhkan informasi mengenai Negara Penghasil Timah Terbesar di Dunia. Jangan sungkan berkunjung ke blog saya ilmu pengetahuan.id
BalasHapus