Minggu, 14 Oktober 2012

Lumbung Paceklik, Budaya Tani yang Lestari

Ahmad Nashih Luthfi [1]

Cover Basis edisi Pangan

Salah satu mitos yang diyakini dalam ekonomi neo-klasik adalah bahwa kekurangan pangan disebabkan tiadanya bahan pangan. Pada dasarnya yang terjadi adalah terkonsentrasinya pangan di sejumlah tangan industri kapitalis yang merasuki rantai komoditas pertanian. Ditambah lagi tidak hadirnya negara yang seharusnya berfungsi sebagai provider bagi warganegaranya, baik dalam penyedia hak dasar pangan maupun aset produksi. Dalam konteks semacam itu, solidaritas masyarakat melemah.
            Cerita tragis yang terjadi di Magetan mencerminkan hal di atas. Seorang anak SD, Teguh Miswadi (11 tahun) mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri. Ia tidak tahan menderita sakit maag akut. Hidup dengan seorang nenek renta yang buta, dan ayah yang tidak mempedulikannya serta ditinggal merantau ibunya, setiap hari ia hanya dapat makan sekali. Tragis dan ironis! Demikian juga yang dialami Besse, seorang ibu di Makassar  yang sedang hamil 7 bulan meninggal karena kelaparan. Beras satu liter dihabiskan untuk 3 hari, dimakan ia dengan ketiga anaknya. Inilah cerita pedih yang mengisi lembaran kalender 2008.

Pengelola lumbung padi


Selengkapnya, unduh


[1] Ditulis bersama Moh. Shohibuddin, dimuat di Majalah Basis Juni-Juli 2008. Tulisan ini adalah cuplikan dari hasil riset mengenai Dinamika Kedaulatan Pangan di Kab. Mamasa Prov. Sulawesi Barat, Kab. Pandeglang Prov. Banten dan Kab. Klaten Prov. Jawa Tengah, hasil kerjasama antara Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dengan Sajogyo Institute (SAINS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar